Minggu, 21 November 2010

Pertumbuhan janin Terhambat (PJT)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pertumbuhan Janin Terhambat
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 percentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 percentil atau FL/AC > 24.2,4,5 Hal tersebut dapat disebabkan berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan atau infeksi.
2.2 Prevalensi
Sekitar 40% janin tersebut konstitusinya kecil dengan risiko morbiditas dan mortalitas perinatalnya yang tidak meningkat. Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi uteroplasenta, dan 20% hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang kurang karena disebabkan oleh kelainan genetik atau kerusakan lingkungan. Tidak semua PJT adalah KMK dan tidak semua KMK menderita PJT.
Hanya 15% KMK badannya kecil karena PJT.4 Kejadian PJT bervariasi antara 3-10%, yang lebih penting kita harus mengetahui bahwa kematian perinatal PJT adalah 7-8 kali dari bayi normal.3,4 Kematian intrauterin terjadi pada 26% PJT.3
2.3 Klasifikasi
Dikenal ada 3 macam PJT, yaitu :
1)      PJT tipe I atau dikenal juga sebagai tipe simetris
Terjadi pada kehamilan 0-20 minggu, terjadi gangguan potensi tubuh janin untuk memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi janin. Prognosisnya buruk.
2)      PJT tipe II atau dikenal juga sebagai tipe asimetris
Terjadi pada kehamilan 28-40 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai insufisiensi plasenta. Prognosisnya baik.
3)      PJT tipe III adalah kelainan di antara kedua tipe di atas
Terjadi pada kehamilan 20-28 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi antara gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada malnutrisi ibu, kecanduan obat, atau keracunan. Prognosisnya dubia.
2.4 Faktor Risiko
Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan-pengamatan factor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dan umur kehamilannya.
1)      Faktor-faktor risiko PJT
a. Lingkungan sosio-ekonomi rendah.
b. Riwayat PJT dalam keluarga.
c. Riwayat obstetri yang buruk
d. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah.
e. Komplikasi obstetri dalam kehamilan.
f. Komplikasi medik dalam kehamilan.

2)      Faktor-faktor risiko PJT sebelum dan selama kehamilan
I. Faktor yang terdeteksi sebelum kehamilan
a. Riwayat PJT sebelumnya.
b. Riwayat penyakit kronis.
c. Riwayat APS (Antiphospolipid syndrome).
d. Indeks Massa tubuh yang rendah.
e. Maternal hypoxia
II. Terdeteksi selama kehamilan
a. Riwayat makan obat-obatan tertentu.
b. Perdarahan pervaginam
c. Kelainan plasenta.
d. Partus prematurus.
e. Kehamilan ganda.
f. Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan.
2.5 Etiologi
1)      Faktor ibu, golongan faktor ibu merupakan penyebab yang terpentiug
a. Penyakit hipertensi (kelainan vaskular ibu)
b. Kelainan uterus.
c. Kehamilan kembar.
d. Ketinggian tempat tinggal.
e. Keadaan gizi.
f. Perokok
Pada trimester kedua terdapat kelanjutan migrasi interstitial dan endothelium trophoblas masuk jauh ke dalam arterioli miometrium sehingga aliran menjadi tanpa hambatan menuju retroplasenter sirkulasi dengan tetap. Aliran darah yang terjamin sangat penting artinya untuk tumbuh kembang janin dengan baik dalam uterus. Dikemukakan bahwa jumlah arteri-arterioli yang didestruksi oleh sel trophoblas sekitar 100-150 pada daerah seluas plasenta sehingga cukup untuk menjamin aliran darah tanpa gangguan pada lumen dan arteri spiralis terbuka. Gangguan terhadap jalannya destruksi sel trophoblas ke dalam arteri spiralis dan arteriolinya dapat menimbulkan keadaan yang bersumber dari gangguan aliran darah dalam bentuk “iskemia retroplasenter”. Dengan demikian dapat terjadi bentuk hipertensi dalam kehamilan apabila gangguan iskemianya besar dan gangguan tumbuh kembang janin terjadi apabila iskemia tidak terlalu besar, tetapi aliran darah dengan nutrisinya merupakan masalah pokok.
Janin yang tumbuh di luar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan. Kehamilan dengan dua janin atau lebih kemungkinan besar dipersulit oleh pertumbuhan kurang pada salah satu atau kedua janin dibanding dengan janin tunggal normal. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10 sampai 50 persen bayi kembar.
Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin mengalami penurunan berat badan yang signifikan. Janin dari wanita yang tinggal di dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan oleh ibu yang tinggal di dataran rendah. Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk cenderung melahirkan bayi besar. Agar nasib bayi baru lahir menjadi baik, ibu yang kurus memerlukan kenaikan berat badan yang lebih banyak dari pada ibu yang gemuk dalam masa kehamilan. Faktor terpenting pemasukan makanan adalah lebih utama pada jumlah kalori yang dikonsumsi setiap hari dari pada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil wanita keadaan gizinya baik perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada sebelum hamil setiap hari.
Penambahan berat badan yang kurang di dalam masa hamil menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah. Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan melahirkan bayi yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir. Kekurangan berat badan lahir ini disebabkan oleh dua faktor yaitu;
a)      wanita perokok cenderung makan sedikit karena itu ibu akan kekurangan substrat di dalam darahnya yang bisa dipergunakan oleh janin
b)      merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah pengaliran darah kedalam uterus dan yang sampai ke dalam ruang intervillus.
2)      Faktor Anak
a)      Kelainan kongenital.
b)      Kelainan genetik
c)      Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH (toksoplasma, rubela, sitomegalovirus, dan herpes).
Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin. Banyak tipe seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena infeksi itu. Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.1
3)      Faktor plasenta
Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta dapat dikembalikan pada faktor ibu, walaupun begitu ada beberapa kelainan plasenta yang khas seperti tumor plasenta.3,6 Sindroma insufisiensi fungsi plasenta umumnya berkaitan erat dengan aspek morfologi dari plasenta. Pengertian dasar dari sindroma insufisiensi plasenta menunjukkan adanya satu kondisi kegawatan janin yang bias nyata selagi masih dalam masa kehamilan (insufisiensi kronik) atau dalam masa persalinan (insufisiensi akut) sebagai akibat gangguan pada fungsi plasenta.
Dipandang dari sudut kepentingan janin sebuah plasenta mempunyai fungsi-fungsi respirasi, nutrisi, ekskresi, sebagai liver sementara (transient fetal liver), endokrin dan sebagai gudang penyimpanan dan pengatur fungsi metabolisme.
Dalam klinis fungsi ganda ini tidak dapat dipisah-pisahkan dengan nyata, yang dapat dikenal hanyalah tandatanda kegagalan keseluruhannya yang bisa nyata dalam masa hamil dan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin atau kematian intrauterin, atau menjadi nyata dalam waktu persalinan dengan timbulnya gawat janin atau hipoksia janin dengan segala akibatnya.


2.6 Diagnosis
Identifikasi janin yang tumbuh tidak sesuai masih menjadi tantangan. Masalah ini digarisbawahi oleh kenyataan bahwa identifikasi seperti itu tidak selalu mungkin dilakukan bahkan di ruang perawatan sekalipun. Bagaimanapun juga, ada teknik klinis sederhana dan teknologi yang lebih kompleks yang terbukti bermanfaat untuk membantu menyingkirkan dan mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat. Beberapa teknik yang banyak digunakan serta yang potensial digunakan sebagai berikut:
1)      Pengukuran tinggi fundus uteri.
Pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan secara serial dan cermat selama kehamilan adalah metode penapisan yang sederhana, aman, tidak mahal, dan cukup akurat untuk mendeteksi banyak janin yang kecil untuk masa kehamilan (Gardosi dan Francis, 1999).1 Kekurangannya yang utama adalah ketidak tepatannya. Jensen dan Larsen (1991) serta Walvaren dkk. (1995) menemukan bahwa pengukuran simfisis-fundus membantu mengidentifikasi hanya 40 persen bayi-bayi seperti itu. Jadi, bayi yang kecil untuk masa kehamilan dapat terlewatkan atau terdiagnosis berlebihan. Meskipun demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus yang dilakukan secara cermat sebagai cara penapisan sederhana.
Metode yang digunakan di kebanyakan klinik di Amerika Serikat dilaporkan oleh Jimenez dkk. (1983). Singkatnya, cara ini menggunakan sebuah tali pengukur yang dikalibrasi dalam sentimeter dan dipasang pada lengkung abdomen dari tepi atas simfisis sampai ke tepi atas fundus uteri yang diidentifikasi dengan palpasi atau perkusi. Tali pengukur tadi dipasang dengan penunjuk angka yang jauh dari pemeriksaan untuk menghindari bias. Antara usia gestasi 18 dan 30 minggu, tinggi fundus uteri dalam sentimeter bertepatan dengan minggu gestasi. Bila ukurannya lebih dari 2 sampai 3 cm dari tinggi seharusnya, pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai.
2)      Pemeriksaan dengan ultrasonografi
Bila terduga telah ada hambatan pertumbuhan janin misalnya karena pada kehamilan itu terdapat faktor-faktor risiko seperti hipertensi, pertambahan berat badan ibu hamil tidak mencukupi, atau tinggi fundus uteri jauh tertinggal atau ibu hamil dengan diabetes melitus dengan komplikasi vaskuler, pemeriksaan lanjutan dengan uji yang lebih sensitif perlu dilakukan untuk konfirmasi. Kriteria ultrasonografi untuk pertumbuhan janin terhambat terutama peningkatan rasio panjang femur dari lingkaran perut, peningkatan lingkar kepala dari lingkar perut dan oligohidramnion. Telah diketahui ada korelasi yang baik antara pengukuran tinggi fundus uteri dengan beberapa antropometri janin seperti diameter biparietal (DBP) atau lingkaran perut (LP) janin (r = 0,8).
Pemeriksaan dengan ultrasound real-time akan bisa membedakan hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri, selain dari itu dapat pula mengukur berat janin, gangguan pertumbuhan kepala (otak), kelainan kongenital dan olighidramnion. Jika usia kehamilan dapat diketahui dengan pasti, maka beberapa antropometri janin seperti DBP, lingkaran kepala (LK), panjang femur, dan LP akan dapat memberikan kontribusi menguatkan diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin dan menetapkan beratnya atau tingkat gangguan pertumbuhan. DBP kepala janin baik sekali sebagai alat bantu menetapkan usia kehamilan dalam trimester kedua karena kesalahannya relatif sangat kecil pada waktu ini, dan terdapat korelasi yang dekat sekali antara DBP dengan usia kehamilan. Kehamilan pengukuran 5mm hanya sesuai dengan beda 1minggu pertumbuhan saja. Sayangnya, korelasi DBP dengan usia kehamilan makin berkurang pada usia kehamilan yang lebih lanjut, semakin tua usia kehamilan semakin kurang tepat usia kehamilan bila diukur pada DBP. Pada pasien yang terduga mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin, pengukuran kepala janin harus telah dimulai pada usia kehamilan 16 sampai 20 minggu. Karena standar error pengukuran DBP sekitar 2 mm dan pertumbuhan DBP sekitar 1,5 mm per minggu dalam trimester terakhir, maka pengukuran DBP serial dalam trimester ketiga tidak dapat memberi kontribusi yang cukup baik untuk memantau hambatan pertumbuhan intrauterin, terlebih hambatan pertumbuhan kepala relatif baru terjadi belakangan sekali (karena fenomena brain sparing effect) pada sindroma insufisiensi plasenta.
Untuk maksud mendiagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin lebih baik dipergunakan perbandingan ukuran (ratio) antara LK dengan LP yang sekaligus dapat membedakan hambatan pertumbuhan intrauterin simetris dan asmetris. Ratio LK/LP bertambah kecil semakin tua umur kehamilan. Pada usia kehamilan sampai dengan 32 minggu LK > LP, pada usia kehamilan antara 32 minggu sampai 36 minggu ukuran keduanya lebih kurang sebanding (LK = LP), dan setelah kehamilan berusia 36 minggu keatas LK < LP. Jadi pada hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri terdapat ratio LK/LP lebih besar daripada yang seharusnya menurut usia kehamilan.
Bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan, maka pengukuran DBP akan menolong memonitor pertumbuhan otak janin dan mencegah disfungsi susunan saraf pusat yang terjadi bilamana pertumbuhan DBF tidak bertambah lagi.
3)      Penilaian volume cairan ketuban
Pada hambatan pertumbuhan intrauterin terutama pada kehamilan yang berlatar belakang hipertensi sering disertai oligohidramnion. Oligohidramnion bisa berakibat tali pusat terjepit dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba.
Oleh sebab itu penilaian volume cairan ketuban perlu dipantau dari minggu ke
minggu dengan pesawat ultrasonografi. Penilaian volume cairan ketuban dengan ultrasonografi bisa dengan cara mengukur kedalaman cairan ketuban yang paling panjang pada satu bidang vertikal atau bisa juga dengan cara menghitung indeks cairan ketuban. Pada cara pertama, jika kedalaman cairan ketuban yang terpanjang kurang dari pada 2 cm, adalah merupakan tanda telah ada oligohidramnion dan janin yang sedang mengalami kegawatan, kehamilan perlu segera diterminasi. Sebaliknya jika panjang kolom dari cairan ketuban berukuran > 8 cm merupakan tanda telah ada polihidramnion. Pada cara kedua, uterus dibagi dalam 4 kuadran melalui bidang sagital dan vertikal yang dibuat keduanya melalui pusat. Kolom cairan ketuban yang terpanjang dari tiap kuadran dijumlahkan. Bila penjumlahan panjang kolom cairan ketuban itu < 5 cm, merupakan tanda telah ada oligohidramnion. Bila panjangnya berjumlah antara 18 sampai 20 cm merupakan tanda telah ada polihidramnion.
4)      Pemeriksaan Doppler Velosimetri
Pemeriksaan Doppler velosimetri arteria umbilikalis bisa mengenal adanya pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskuler dari plasenta. Ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukkan tahanan yang tinggi. Pada kelompok dengan rasio S/D (systolic and diastolic ratio) yang tinggi > 3 terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal yang tinggi dan karenanya dianggap adalah indikasi untuk terminasi kehamilan.
5)      Pemantauan kegiatan kerja jantung janin
Bila hambatan pertumbuhan intrauterin itu berlatar belakang kekurangan gizi disebabkan kurang makan atau hambatan pertumbuhan intrauterin itu karena ibu merokok jarang sekali bisa menyebabkan kematian janin. Untuk maksud ini dilakukan pemeriksaan contraction stress test (CST) atau uji beban kontraksi setiap minggu dengan menginfus oksitosin atau merangsang puting susu ibu untuk membangkitkan kontraksi pada uterus. Pemeriksaan non-stress test (NST) atau uji tanpa beban dua kali seminggu dikatakan lebih baik lagi untuk memantau kesehatan janin terlebih bila bersama dengan pemeriksaan profil atau tampilan biofisik janin yang dilakukan setiap minggu.
6)      Uji Biokimiawi
Pemeriksaan ini tak lain adalah pemeriksaan fungsi plasenta yang terutama bermanfaat untuk mengetahui kesehatan janin pada keadaan maternal yang patologik yang telah disertai oleh insufisiensi fungsi plasenta dimana produksi bahan-bahan tersebut oleh plasenta semuanya semakin berkurang.
Pemeriksaan kadar AFP (alfa-feto protein) serum ibu dalam kehamilan berusia sekitar 16 minggu memperlihatkan bahwa nilai tinggi sampai lebih dari pada dua kali lipat nilai rata-rata sering kali akan disertai oleh kelahiran preterm atau kemudian berkembang menjadi hambatan pertumbuhan intrauterin. Ini misalnya terjadi pada kasus dengan solusio plasenta dini (± pada kehamilan 16 minggu) yang menyebabkan perembesan AFP janin kedalam darah maternal sehingga kadarnya dalam darah ibu menjadi tinggi. Kerusakan plasenta kemudiannya dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhannya yang pada ujungnya berakibat kepada pertumbuhan janin.
7)      Penambahan berat badan ibu
Penambahan berat badan ibu juga dapat menentukan ukuran dari bayi. Wanita yang bertubuh kecil biasanya mempunyai bayi yang lebih kecil. Diagnosis tersebut diatas disesuaikan berdasarkan tingkat pengetahuan, skill dan peralatan yang dimiliki baik para bidan, dokter umum, dokter spesialis obgin atau konsultan fetomaternal.
2.7 Komplikasi Neonatus
Adapun komplikasi pada neonatal antara lain :
1)         Mekonium.
2)         Hipotermia.
3)         Hipoglikemia.
4)         Hipokalsemia dan hiponatremia.
5)         Trombositopenia.
6)         Polisitemia dan biperbilirubinemia.
7)         Kematian perinatal.
Karena perkembangan plasenta juga ikut terpengaruh yang secara anatomi menjadi lebih kecil dan secara fisiologi fungsinya menjadi insuflsiensi maka cadangan respirasi atau oksigennya menjadi berkurang sekali. Sampel darah dari tali pusat yang diperoleh sebelum kelahiran melalui kordosentesis seringkali menunjukkan telah terjadi hipoksia bahkan kadang-kadang telah terjadi asidosis pada janin. Kadar eritropoietin darah tali pusat meningkat yang menandakan pada janin telah terjadi hipoksia kronik. Janin-janin yang begini tidak mampu lagi mentolerir kekurangan oksigen yang terjadi oleh kontraksi rahim (his). Bila dilakukan oxytocin challenge test atau contraction test biasanya akan terlihat deselerasi lambat pada 30% dari janin, dan 50% menderita hipoksia intrauterin pada waktu dalam persalinan karena kontraksi rahim yang lebih kuat. Hipoksia janin kadang-kadang cukup berat sehingga tonus sfingter ani eksternus janin melemah dan mekonium bisa terlepas dalam kedalam ruang amnion bercampur dengan cairan ketuban. Makin berat hipoksia makin lemah tonus sfingter ani makin banyak mekonium yang terlepas dan makin banyak pula yang terhisap oleh janin kedalam paru-parunya hal mana bias menyebabkan kesukaran pernapasan setelah lahir (sindroma aspirasi mekonium).
Pada mulanya fetus melakukan kompensasi terhadap kekurangan penyaluran oksigen oleh plasenta dengan cara mengembangkan polisitemia yang nyata sebagai respons terhadap eritropoetin yang tinggi (sindroma hiperviskositas) dengan hematokrit yang lebih besar dari 65%. Kemudian setelah kelahirannya bayi akan mengalami problema trombosis multiorgan, gagal jantung dan hiperbilirubinemia.
Hal-hal lain yang bisa diderita fetus/neonatus misalnya adalah berbagai malformasi, tanda-tanda infeksi intrauteri, dan gejala-gejala putus obat, semuanya tergantung kepada sebab yang mendatangkan hambatan pada pertumbuhannya seperti trisomi, infeksi TORCH dalam kehamilan, dan kecanduan narkoba dsb.
Bagaimana dengan nasib bayi yang bisa hidup? Menurut banyak penyelidikan yang telah dilakukan secara longitudinal diperoleh beberapa data. Dalam 10 tahun pertama kehidupannya anak-anak yang terlahir dengan hambatan pertumbuhan intrauterin tubuhnya tetap kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tubuhnya lebih kurus dan lebih pendek, dan lingkaran organ-organnya seperti lingkaran dada dan kepala semuanya lebih kecil. Pada evaluasi neurologi juga ternyata mereka memiliki intelegensia yang lebih rendah. Di sekolah mereka tertinggal karena ketidak-mampuannya dalam berkonsentrasi terutama yang menuntut perhatian yang serius. Pelajaran membaca dan matematika mengalami defisit. Demikian juga bayibayi kembar yang mengalami hambatan pertumbuhan intaruterin mengalami intelegensia yang berkurang dibandingkan dengan saudara kembarnya yang normal.
2.8 Penatalaksanaan
Berhubung berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang menderita hambatan pertumbuhan intrauterin perlulah kehamilan/persalinan berisiko tinggi untuk itu ditangani oleh satu tim perinatologi yang berpengalaman di rumah sakit/pusat rujukan tertier. Penanganan kehamilan berisiko tinggi yang demikian menghendaki dilakukannya beberapa prinsip dasar berikut:
1)      Deteksi dini (skrining)
Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan intrauterin perlu sekali dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk merencanakan dan melakukan sesuatu intervensi yang diperlukan atau membuat rencana kerja sebelum terjadi kerusakan pada janin. Perlu perhatian yang serius dan kalau perlu membuat sesuatu yang diperlukan pada pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, ibu perokok atau peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek karena malnutrisi, ibu dengan penambahan berat badan yang minimal dalam kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterine atau kelainan kongenital, diabetes, anemia, dsb.
2)      Menghilangkan faktor penyebab
Gizi wanita hamil lebih bergantung kepada jumlah kalori yang masuk dari pada komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada yang dikonsumsinya sebelum hamil dengan kandungan protein 1,5 gram/kg per hari. Dengan demikian penambahan berat badan waktu dalam kehamilan pada keadaan normal bila dicapai 12 sampai 16 kg. Obat-obat yang mengandung vitamin ganda dan kaya akan zat besi yang khusus untuk kehamilan walaupun tidak diperlukan setiap wanita hamil perlu dipertimbangkan untuk diberi. Kurang gizi, merokok, alkohol, dan penyalahgunaan obat-obatan dan sebagainya perlu dilenyapkan terutama dalam masa hamil. Demikian juga dengan narkoba. Mereka yang terlanjur kecanduan direhabilitir. Jika wanita hamil itu menderita penyakit paru atau jantung kronik kepadanya perlu diberikan oksigen sepanjang kehamilan. Wanita yang mengalami gangguan resorbsi pada saluran pencernaan dan menyebabkan malnutrisi diberikan total parentral therapy selama kehamilan. Penderita diabetes perlu diusahakan tetap dalam keadaan euglikemia sepanjang masa kehamilan.
3)         Meningkatkan aliran darah ke uterus
Pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal jumlah darah yang mengalir kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah maternal.
Semua pekerjaan fisik lebih-lebih yang berat akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke dalam uterus akan lebih memberatkan keadaan janin yang telah menderita hambatan pertumbuhan intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan fisik dilarang pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan intrauterin. Untuk meningkatkan jumlah darah yang mengalir kedalam uterus kepada wanita hamil dengan hambatan pertumbuhan intrauterin dianjurkan beristirahat baring saja untuk sebagian terbesar waktunya dalam 24 jam optimalnya rebah ke kiri. Cuti hamil perlu diberikan lebih awal pada semua wanita hamil penderita hipertensi dan hambatan pertumbuhan intrauterin. Kerja berat dihindari terutama pada ibu hamil dengan hipertensi dimana sistem vaskulernya telah terganggu. Pemberian antihipertensi pada wanita hamil dengan hipertensi akan lebih mengurangi jumlah aliran darah ke plasenta, sebab itu tidak diberikan, kecuali kalau keadaan ibu terancam, misalnya pada hipertensi yang berat.
4)         Melakukan fetal surveillance antepartum
Sebelum melaksanakan program fetal surveilllance yang intensif perlu diperhatikan bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kogenital misalnya trisomi yang sering bersama dengan hambatan pertumbuhan intaruterin simetris yang berat. Jika diduga ada keadaan yang demikian lebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan kariotip janin untuk konfirmasi. Cairan ketuban (diperoleh melalui amniosintesis) atau darah tali pusat (diperoleh melalui kordosintesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip janin. Program surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24 minggu bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Sayangnya diagnosis biasanya baru diketahui pada usia kehamilan yang jauh lebih tua. Beberapa uji penilaian yang perlu dikerjakan sampai kehamilan diterminasi adalah uji tanpa beban untuk memonitor reaktivitas jantung janin (2x seminggu), pengurangan volume cairan ketuban dan hambatan pertumbuhan kepala dengan memantau pertumbuhan DBF dengan ultrasonografi setiap minggu. Disamping itu bila perlu dilakukan penilaian kesehatan janin melalui pemeriksaan-pemeriksaan profil biofisik, Doppler velosimetri aliran darah arteri umbilikalis, dan pemeriksaan gas darah janin.
5)         Uji tanpa beban
Menurut Hammacher (1968) fetus bisa dianggap sehat, terutama sekali bila gerakan-gerakan refleks disertai oleh peningkatan yang jelas dari amplitude osilasi dan frekuensi denyut jantung. Sekarang oleh mayoritas penyelidikan disepakati bahwa hasil uji tanpa beban yang menghasilkan akselerasi 15 beat per menit atau lebih yang berlangsung paling tidak selama 15 detik sebanyak 2 kali atau lebih dalam tempo 20 menit pengamatan dianggap normal atau disebut rekaman yang reaktif. Jika pada uji tanpa beban yang dilakukan setiap minggu tidak terdapat rekaman yang reaktif, maka langkah berikut adalah melakukan uji beban kontraksi.
6)         Uji beban kontraksi
Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai oksigen uteroplasenta yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi. Menurut Poseiro dkk bila kontraksi uterus menyebabkan kenaikan tekanan intrauterin melebihi 30 mmHg, tekanan di dalam miometrium akan melebihi tekanan di dalam arteri dan darah yang mengandung oksigen tidak lagi bisa masuk ke dalam ruang intervillus.
Untuk menimbulkan kontraksi uterus yang cukup kuat sehingga terjadi efek tersebut diatas dan memenuhi syarat untuk uji beban kontraksi (Contraction Stress Test atau CST) dapat diperoleh dengan beberapa cara seperti :
a)      Merangsang puting susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau NST)
b)      Memberi infus larutan encer oksitosin (disebut Oxytocin Challenge Test atau OCT)
c)      Dalam masa partus dimana telah ada his spontan. Pada OCT pasien diberi infus larutan encer oksitosin (10 unit oksitosin dalam 1000 ml cairan penghantar seperti larutan Ringer Laktat).
Dengan demikian setiap 2 tetes larutan mengandung 1 mil oksitosin. Dimulai dengan kecepatan 1 sampai 2 mU (2 sampai 4 tetes) per menit yang secara bertahap tiap 15 menit dinaikkan sampai terdapat tiga his dalam 10 menit.
Bila pada rekaman terdapat deselerasi lambat yang persisten berarti janin dalam keadaan hipoksia akibat dari insufisiensi fungsi plasenta. Uji beban kontraksi memakan waktu yang lama dan mempunyai pengaruh yang memberatkan hipoksia pada janin. Kedua hal ini tidak terdapat pada uji tanpa beban.
7)         Terminasi kehamilan lebih awal
Berhubung pemantauan janin dengan program, fetal surveillance .belum mencapai tingkat kesempurnaan yang pasti dan sebagian bayi-bayi yang lahir rusak kesehatannya atau meninggal akibat penderitaan intrauterin, maka sebaiknya janin dengan hambatan pertumbuhan intrauterin dilahirkan lebih awal dipusat pelayanan perinatal. Bila semua hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi kehamilan yang optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan induksi partus. Sebaliknya bila hasil fetal surveillance menjadi abnormal dalam masa pemantauan sebelum mencapai usia kehamilan 38 minggu, kematangan paru janin perlu dipastikan dengan pemeriksaan rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S= 2 atau lebih) terminasi kehamilan dilakukan bila terdapat :
a)         uji beban kontraksi positif
b)         oligohidramnion
c)         DBF tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi mengalami disfungsi.
Pada umumnya hambatan pertumbuhan intrauterin pada janin yang masih dalam usia preterm tidak ada suatu tindakan tertentu yang dapat memperbaiki keadaan. Dalam penanganannya pertama perlu dipastikan bahwa janin tidak mempunyai kelainan kongenital yang berat seperti trisomi dan sebagainya untuk menghindari intervensi/bedah sesar yang tidak perlu. Bila kelainan kongenital ini tidak ada, ibu hamil dengan hambatan pertumbuhan intrauterin yang berat segera dirawat inap. Istirahat baring, berikan makanan yang bernilai gizi tinggi, dan lakukan fetal surveillance.
Bagi hambatan pertumbuhan intrauterin yang berlatar belakang kurang gizi ibu, ibu perokok atau peminum atau peminat narkoba, penghentian kebiasaan buruk ini dan perbaikan gizi disertai banyak istirahat baring akan bisa memperbaiki pertumbuhan janin sekaligus sebagai upaya mengurangi risiko lahir preterm.
Menurut teori dan hasil suatu penelitian pemberian aspirin dosis rendah sejak awal sebagai terapi anti trombosit akan mencegah pembentukan thrombosis uteriplasenta, infark pada plasenta, maupun hambatan pertumbuhan intrauterine idiopati pada wanita dengan riwayat hambatan pertumbuhan intrauterin berat.
Pada umumnya terminasi kehamilan pada fetus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin berat dan preterm adalah lebih menguntungkan dari pada membiarkan kehamilan yang demikian berlangsung berlama-lama karena biasanya fetus yang demikian sudah cukup matang untuk dapat hidup jika :
a)         Persalinan dapat berlangsung cepat dan tidak berlama-lama dan membiarkan risiko gawat bertambah
b)         Tersedia monitoring yang ketat dalam masa persalinan untuk mencegah memburuknya keadaan atau persalinan diselesaikan dengan bedah sesar
c)         Perawatan intensif harus segera dimulai sejak neonatus lahir.
8)         Monitoring intrapartum
Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab fetus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia dalam masa ini. Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit sehingga rekaman jantung janin menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi dengan memberi infus kedalam rongga amnion (amnioinfusion). Pemantauan dilakukan dengan kardiotokografi kalau bisa dengan rekaman internal pada mana elektroda dipasang pada kulit kepala janin setelah ketuban pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin dengan pengambilan sampel darah pada kulit kepala.
Bila pH darah janin < 7,2 segera lakukan resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah sesar. Resusitasi intrauterin dilakukan dengan cara ibu diberi infus (hidrasi maternal) merebahkan dirinya kesamping kiri, bokong ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih tinggi, berikan oksigen kecepatan 6 I/menit, dan his dihilangkan dengan memberi tokolitik misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan.



2.9 Prognosis
Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi sering pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT tipe I (terutama dengan kelainan multipel) buruk.

2 komentar:

  1. Coin Casino | Get €1000 + 100 Spins For C$100
    Coin Casino is 인카지노 an online casino worrione offering both slots and bingo to players looking for kadangpintar a new way to enjoy their favourite casino games.

    BalasHapus
  2. Best UK Casinos 2021 - LuckyClub.live
    The UK online gambling industry has a history as the world's biggest online gambling authority. This is why we chose the UK's luckyclub.live top-ranked bookies and

    BalasHapus